Assalammu'alaikum? Saya Ahmad Rifa'i. Semoga Blog saya dapat Bermanfaat untuk saudara sekalian. ( Amin )
141. Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.
( Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang )
JUZ 2
KEESAAN TUHANLAH AKHIRNYA YANG MENANG
Sekitar pemindahan kiblat
[93]. Maksudnya: ialah orang-orang yang kurang pikirannya sehingga tidak dapat memahami maksud pemindahan kiblat.
[94]. Di waktu Nabi Muhammad s.a.w. berada di Mekah di tengah-tengah kaum musyirikin beliau berkiblat ke Baitul Maqdis. Tetapi setelah 16 atau 17 bulan Nabi berada di Madinah ditengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Tuhan untuk mengambil Ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan Ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Tuhan. Untuk persatuan umat Islam, Allah menjadikan Ka'bah sebagai kiblat.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah SAW shalat menghadap ke Baitul Maqdis, dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah (mengharapkan qiblat diarahkan ke Ka'bah atau Masjidil Haram) sehingga turunlah surat Al Baqarah ayat 144 yang menunjukkan qiblat ke Masjidil Haram. Sebagian kaum Muslimin berkata: "Inginlah kami ketahui tentang orang-orang yang telah meninggal sebelum pemindahan qiblat (dari Baitul Maqdis ke Ka'bah), dan bagaimana pula tentang shalat kami sebelum ini, ketika kami menghadap ke Baitul Maqdis?" Maka turunlah ayat yang lainnya (S. 2. 143), yang menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan iman mereka yang beribadah menurut ketentuan pada waktu itu. Orang-orang yang berfikiran kerdil di masa itu berkata: "Apapula yang memalingkan mereka (kaum Muslimin) dari Qiblat yang mereka hadapi selama ini (dari Baitul Maqdis ke Ka'bah)?" Maka turunlah ayat yang lainnya lagi (S. 2. 142) sebagai penegasan bahwa Allah-lah yang menetapkan arah qiblat itu.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ismail bin Abi Khalid, dari Abi Ishaq yang bersumber dari al-Barra. Di samping itu ada sumber lainnya yang serupa dengan riwayat ini.)
Dalam riwayat lainnya dikemukakan bahwa di antara kaum Muslimin ada yang ingin mengetahui tentang nasib orang-orang yang telah meninggal atau gugur sebelum berpindah qiblat. Maka turunlah surat Al Baqarah ayat 143.
(Diriwayatkan dalam kitab Shahihain (Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari al-Barra.)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah SAW shalat menghadap ke Baitul Maqdis, dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah (mengharapkan qiblat diarahkan ke Ka'bah atau Masjidil Haram) sehingga turunlah surat Al Baqarah ayat 144 yang menunjukkan qiblat ke Masjidil Haram. Sebagian kaum Muslimin berkata: "Inginlah kami ketahui tentang orang-orang yang telah meninggal sebelum pemindahan qiblat (dari Baitul Maqdis ke Ka'bah), dan bagaimana pula tentang shalat kami sebelum ini, ketika kami menghadap ke Baitul Maqdis?" Maka turunlah ayat yang lainnya (S. 2. 143), yang menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan iman mereka yang beribadah menurut ketentuan pada waktu itu. Orang-orang yang berfikiran kerdil di masa itu berkata: "Apapula yang memalingkan mereka (kaum Muslimin) dari Qiblat yang mereka hadapi selama ini (dari Baitul Maqdis ke Ka'bah)?" Maka turunlah ayat yang lainnya lagi (S. 2. 142) sebagai penegasan bahwa Allah-lah yang menetapkan arah qiblat itu.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ismail bin Abi Khalid, dari Abi Ishaq yang bersumber dari al-Barra. Di samping itu ada sumber lainnya yang serupa dengan riwayat ini.)
Dalam riwayat lainnya dikemukakan bahwa di antara kaum Muslimin ada yang ingin mengetahui tentang nasib orang-orang yang telah meninggal atau gugur sebelum berpindah qiblat. Maka turunlah surat Al Baqarah ayat 143.
(Diriwayatkan dalam kitab Shahihain (Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari al-Barra.)
[95]. Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah SAW shalat menghadap ke Baitul Maqdis, dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah (mengharapkan qiblat diarahkan ke Ka'bah atau Masjidil Haram) sehingga turunlah surat Al Baqarah ayat 144 yang menunjukkan qiblat ke Masjidil Haram. Sebagian kaum Muslimin berkata: "Inginlah kami ketahui tentang orang-orang yang telah meninggal sebelum pemindahan qiblat (dari Baitul Maqdis ke Ka'bah), dan bagaimana pula tentang shalat kami sebelum ini, ketika kami menghadap ke Baitul Maqdis?" Maka turunlah ayat yang lainnya (S. 2. 143), yang menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan iman mereka yang beribadah menurut ketentuan pada waktu itu. Orang-orang yang berfikiran kerdil di masa itu berkata: "Apapula yang memalingkan mereka (kaum Muslimin) dari Qiblat yang mereka hadapi selama ini (dari Baitul Maqdis ke Ka'bah)?" Maka turunlah ayat yang lainnya lagi (S. 2. 142) sebagai penegasan bahwa Allah-lah yang menetapkan arah qiblat itu.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ismail bin Abi Khalid, dari Abi Ishaq yang bersumber dari al-Barra. Di samping itu ada sumber lainnya yang serupa dengan riwayat ini.)
Dalam riwayat lainnya dikemukakan bahwa di antara kaum Muslimin ada yang ingin mengetahui tentang nasib orang-orang yang telah meninggal atau gugur sebelum berpindah qiblat. Maka turunlah surat Al Baqarah ayat 143.
(Diriwayatkan dalam kitab Shahihain (Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari al-Barra.)
[96]. Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.
[97]. Mengenal Muhammad s.a.w. yaitu mengenal sifat-sifatnya sebagai yang tersebut dalam Taurat dan Injil.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 150) sehubungan dengan peristiwa berikut: Ketika Nabi SAW memindahkan arah qiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah, kaum Musyrikin Mekkah berkata: "Muhammad dibingungkan oleh agamanya. Ia memindahkan arah qiblatnya ke arah qiblat kita. Ia mengetahui bahwa jalan kita lebih benar daripada jalannya. Dan ia sudah hamir masuk agama kita."
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi melalui sanad-sanadnya.)
[98]. Maksudnya: Aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.
Cobaan berat dalam menegakkan kebenaran
[99]. Ada pula yang mengartikan: Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.
[100]. Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 154) sehubungan dengan gugurnya shahabat Nabi SAW yaitu Tamin bin al-Hammam pada peperangan Badr, dan dalam peristiwa itu gugur pula para shahabat yang lainnya.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dari as-Suddi as-Shaghir, dari al-Kalbi, dari Abi Shaleh yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa para ulama sepakat bahwa yang gugur itu 'Umair bin al-Hammam, tetapi as-Suddi keliru menyebutnya.
(Diriwayatkan oleh Abu Na'iem.)
[101]. Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.
Manasik Haji
[102]. Syi'ar-syi'ar Allah: tanda-tanda atau tempat beribadah kepada Allah.
[103]. Tuhan mengungkapkan dengan perkataan tidak ada dosa sebab sebahagian sahabat merasa keberatan mengerjakannya sa'i di situ, karena tempat itu bekas tempat berhala. Dan di masa jahiliyahpun tempat itu digunakan sebagai tempat sa'i. Untuk menghilangkan rasa keberatan itu Allah menurunkan ayat ini.
[104]. Allah mensyukuri hamba-Nya: memberi pahala terhadap amal-amal hamba-Nya, mema'afkan kesalahannya, menambah nikmat-Nya dan sebagainya.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa 'Urwah bertanya kepada 'Aisyah. "Bagaimana pendapatmu tentang firman Allah SWT "Innas shafa wal marwata hingga akhir ayat (S. 2: 158). Menurut pendapatku tentang ayat ini menegaskan bahwa orang yang tidak thawaf di kedua tempat itu tidak berdosa." 'Aisyah menjawab: "Sebenarnya ta'wilmu (interpretasimu) itu hai anak saudariku, tidaklah benar. Akan tetapi ayat ini (S. 2: 158) turun mengenai Kaum Anshar. Mereka yang sebelum masuk Islam mengadakan upacara keagamaan kepada Manat (tuhan mereka) yang jahat, menolak berthawaf antara Shafa dan Marwah. Mereka bertanya kepada Rasulullah SAW: "Wahai Rasulullah, di zaman Jahiliyyah kami berkeberatan untuk thawaf di Shafa dan Marwah."
(Diriwayatkan oleh as-Syaikhani dan yang lainnya dari 'Urwah yang bersumber dari 'Aisyah.)
Dalam riwayat lainnya dikemukakan bahwa 'Ashim bin Sulaiman bertanya kepada Anas tentang Shafa dan Marwah. Anas berkata: "Kami berpndapat bahwa thawaf antara Shafa dan Marwah adalah upacara di jaman Jahiliyyah, dan ketika Islam datang, kami tidak melakukannya lagi." Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 158) yang menegaskan hukum Sa'i dalam Islam
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari 'Ashim bin Sulaiman.)
Dalam riwayat lainnya dikemukakan bahwa Ibnu Abbas menerangkan bahwa syaitan-syaitan di jaman Jahiliyyah berkeliaran pada malam hari antara Shafa dan Marwah. Dan di antara kedua tempat itu terletak berhala-berhala mereka. Ketika Islam datang, berkatalah kaum Muslimn kepada Rasulullah SAW: "Ya Rasulullah kami tidak akan berthawaf antara Shafa dan Marwah, karena upacara itu biasa kami lakukan di jaman Jahiliyyah." Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 158).
(Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Laknat Allah terhadap orang-orang yang menyembunyikan ayat-ayat Allah dan terhadap orang-orang kafir
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Mu'adz bin Jabal, Sa'd bin Mu'adz dan Kharijah bin Zaid bertanya kepada segolongan Padri Yahudi tentang beberapa hal yang terdapat di dalam Taurat. Para Padri menyembunyikan hal tersebut dan enggan untuk memberitahukannya. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (S. 2: 159) yang membeberkan keadaan mereka (padri-padri).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Sa'id atau 'Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
[105]. Mengadakan perbaikan berarti melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik untuk menghilangkan akibat-akibat yang jelek dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
AYAT : 1 - 20, 21 - 40, 41 - 60, 61 - 80, 81 - 100, 101 - 120, 121 - 140, 141 - 160, 161 - 180, 181 - 200, 201 - 220, 221 - 240, 241 - 260, 261 - 280, 281 - 286.
0 komentar
Post a Comment
Demi kenyamanan pengunjung.
Tolong komentarnya yang berhubungan dengan artikel.
Tindakan spam akan terjaring otomatis oleh spam filter.
Dan apabila terdapat Link yang rusak, harap segera hubungi Admin dikotak komentar.
Terima kasih.
"Dilarang Menyimpan Link Aktif"
Admin.